+62 821 - 8818 - 8036

|

academyminingplus@gmail.com

|

Menara Bidakara 2, Annexe Builiding, Lt 4 Jl. Gatot Subroto, Kav 71-73, Tebet, Jakarta Selatan

|

20250623095216.png

2025-06-23 β€” Super Admin

Total Station: Alat Kecil, Dampak Besar dalam Dunia Survei Modern

Tahukah Anda bahwa satu kesalahan pengukuran sekecil 1 cm bisa membuat pondasi bangunan miring, jembatan meleset dari titik desain, atau batas tanah bergeser ke lahan orang lain?Kesalahan seperti itu bukan hanya mahal, tetapi bisa berbahaya. Di sinilah Total Station (TS) hadir sebagai garda terdepan dalam memastikan akurasi tinggi dalam setiap pekerjaan survei.Artikel ini akan membawa Anda memahami konsep dasar penggunaan Total Station yang telah terbukti meningkatkan efisiensi dan keandalan dalam berbagai proyek teknik sipil, konstruksi, dan pemetaan.πŸ“Œ Apa Itu Total Station?Total Station (TS) adalah perangkat elektronik optik yang menggabungkan dua alat penting dalam survei:Teodolit elektronik – untuk mengukur sudut horizontal dan vertikal.Electronic Distance Measurement (EDM) – untuk mengukur jarak secara presisi menggunakan gelombang elektromagnetik.Dengan sistem digital ini, surveyor tidak lagi hanya "mengira", tetapi menghitung dengan presisi milimeter.🧩 Komponen Utama Total StationUnit Optik & Elektronik – Teropong, sistem pengamatan sudut digital.EDM – Mengirim dan menerima sinyal inframerah.Penyimpanan Data – Memori internal atau eksternal.Baterai – Memberi daya untuk kerja lapangan yang intensif.Semua elemen ini bekerja secara terpadu untuk menghasilkan data koordinat yang akurat di lapangan.πŸ” Prinsip Kerja: Dari Titik ke KoordinatTargetkan titik dengan teropong.EDM memancarkan sinyal ke prisma atau target.Sinyal dipantulkan kembali ke alat.Total Station menghitung jarak dan sudut, lalu mengonversinya menjadi koordinat X, Y, dan Z.➑️ Hasil akhirnya? Data yang siap diproses dan diintegrasikan ke perangkat lunak desain seperti CAD atau GIS.πŸ› οΈ Aplikasi di Dunia NyataπŸ“ Konstruksi Bangunan Penentuan posisi kolom, pondasi, dan elemen struktural.🚧 Jalan dan Jembatan Pengukuran elevasi, profil tanah, dan penempatan struktur.πŸŒ„ Pemetaan Topografi Mengumpulkan data kontur dan elevasi untuk keperluan perencanaan.🏑 Kadastral & Batas Tanah Penentuan batas legal properti dengan akurasi hukum.πŸ”„ Tahapan Penggunaan Total StationPersiapan Lapangan: Menentukan lokasi stasiun dan membersihkan area.Penyetelan Alat: Mendirikan tripod, leveling, centering.Orientasi: Menentukan arah utara dan titik referensi.Pengukuran: Sudut dan jarak ke titik-titik lapangan.Pengolahan Data: Ekspor ke komputer, proses, buat peta/laporan.πŸ§ͺ Akurasi dan Kalibrasi: Wajib Hukumnya!Untuk menjaga presisi tinggi, alat harus:Dikalibrasi rutin, disertifikasi sesuai standar industri.Dilindungi dari pengaruh suhu, kelembaban, dan tekanan udara yang ekstrem.πŸš€ Keunggulan Total Stationβœ” Efisiensi Tinggi: Lebih cepat dibanding metode manual. βœ” Akurasi Presisi: Ideal untuk proyek besar dan kritikal. βœ” Data Langsung Siap Pakai: Bisa langsung dipakai di CAD/GIS. βœ” Minim Kesalahan: Kurangi human error dengan pembacaan otomatis.🌐 Masa Depan Survei: Lebih dari Sekadar AlatTotal Station kini berkembang dengan:Robotik Otomatis: Surveyor cukup mengontrol dari jauh.Integrasi Cloud: Data langsung diunggah dan dibagikan.Kombinasi dengan GNSS: Menyediakan koordinat global dengan presisi lokal.Pemrosesan Cerdas: Analisis data spasial real-time.✨ Total Station Bukan Sekadar Alat, Tapi Revolusi SurveiTotal Station telah mengubah wajah survei modernβ€”dari medan kasar di hutan dan tambang, hingga proyek pembangunan di perkotaan. Dengan memahami konsep dasar penggunaannya, setiap surveyor memiliki peluang untuk bekerja lebih efisien, lebih akurat, dan lebih profesional.

SELENGKAPNYA
20250416070123.png

2025-04-11 β€” Super Admin

Kriteria Kepala Teknik Tambang pada Pertambangan Mineral dan Batubara

Dalam industri pertambangan mineral dan batubara, peran Kepala Teknik Tambang (KTT) sangat krusial dalam memastikan operasi tambang berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku.Pemerintah telah menetapkan standar dan kriteria bagi individu yang dapat menjabat sebagai KTT melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) No. 1827 Tahun 2018.Persyaratan Umum Kepala Teknik TambangBerdasarkan Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018 Lampiran I halaman 14-16, berikut adalah kriteria utama bagi seseorang yang ingin menjabat sebagai KTT:1. Pendidikan dan KompetensiMemiliki latar belakang pendidikan di bidang teknik pertambangan, geologi, atau disiplin ilmu yang relevan.Menguasai aspek teknis dan regulasi dalam industri pertambangan.Memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan standar nasional dan internasional.2. Pengalaman KerjaMemiliki pengalaman minimal dalam bidang operasional pertambangan.Pernah menduduki posisi strategis dalam manajemen tambang.Mampu menerapkan prinsip keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan (K3L) dalam operasional tambang.3. Kewenangan dan Tanggung JawabBertanggung jawab atas keseluruhan operasional pertambangan.Mengelola dan memastikan implementasi sistem manajemen keselamatan pertambangan.Menyusun serta menerapkan kebijakan dan prosedur teknis yang sesuai dengan regulasi pemerintah.4. Kepatuhan terhadap RegulasiMemahami dan menerapkan regulasi yang berkaitan dengan keselamatan kerja, lingkungan, dan operasional tambang.Berkomitmen terhadap penerapan standar pertambangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan lembaga terkait.Peran Strategis Kepala Teknik TambangKepala Teknik Tambang tidak hanya bertanggung jawab atas efisiensi operasional, tetapi juga menjamin kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Dengan adanya Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018, diharapkan setiap tambang memiliki pemimpin teknis yang kompeten guna meningkatkan keselamatan kerja dan produktivitas tambang secara berkelanjutan.Untuk informasi lebih lanjut mengenai regulasi ini, dapat merujuk ke dokumen resmi Keputusan Menteri ESDM No. 1827 Tahun 2018 atau mengakses situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.semoga artikel ini bermanfaat!SumberKeputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1827 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang BaikKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (https://www.esdm.go.id)

SELENGKAPNYA
20250409083004.jpg

2025-04-09 β€” Super Admin

Peraturan Perundangan Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia

Industri pertambangan mineral dan batubara merupakan sektor strategis yang berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Namun, sektor ini juga memiliki risiko tinggi, baik dari segi keselamatan kerja, perlindungan lingkungan, maupun tata kelola industri. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi guna memastikan bahwa seluruh kegiatan pertambangan berjalan sesuai dengan standar keselamatan, efisiensi operasional, dan prinsip keberlanjutan.Regulasi yang mengatur industri pertambangan di Indonesia terdiri dari Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), serta Standar Nasional Indonesia (SNI). Berikut adalah ringkasan peraturan perundangan yang berlaku di sektor pertambangan mineral dan batubara.1. Undang-Undang (UU) yang Mengatur PertambanganBeberapa Undang-Undang yang menjadi dasar hukum dalam industri pertambangan mineral dan batubara antara lain:UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan KerjaMengatur standar keselamatan kerja di berbagai sektor, termasuk pertambangan, guna memastikan keselamatan tenaga kerja dan lingkungan kerja yang aman.UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 86 & 87)Menyebutkan hak tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta kewajiban perusahaan dalam menerapkan standar K3 yang berlaku.UU No. 3 Tahun 2020 (Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara)Undang-undang ini mengatur tata kelola industri pertambangan di Indonesia, termasuk aspek keselamatan kerja, perlindungan lingkungan, perizinan, serta kaidah pertambangan yang baik (Good Mining Practice). Salah satu poin utama dalam UU ini adalah kewajiban perusahaan tambang untuk menerapkan sistem keselamatan kerja di seluruh aktivitas operasionalnya.2. Peraturan Pemerintah (PP) yang Mengatur Industri PertambanganPP No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha PertambanganPeraturan ini menetapkan mekanisme pengawasan atas kegiatan usaha pertambangan, dengan tujuan memastikan bahwa setiap operasi tambang mengikuti kaidah teknik pertambangan yang baik serta standar keselamatan kerja.PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)Mengatur kewajiban perusahaan untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam operasionalnya, sesuai dengan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 19.3. Peraturan Menteri (Permen) yang Mengatur Pertambangan Mineral dan BatubaraPermen ESDM No. 11 Tahun 2018Mengatur tentang pemberian wilayah, perizinan, serta pelaporan dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.Permen ESDM No. 26 Tahun 2018Menekankan pentingnya penerapan kaidah pertambangan yang baik, termasuk dalam aspek keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan di sektor pertambangan.Permen ESDM No. 38 Tahun 2014 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP)Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan tambang menerapkan sistem manajemen keselamatan pertambangan yang efektif guna mengelola risiko operasional, meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta melindungi lingkungan pertambangan.Permen ESDM No. 43 Tahun 2016Menetapkan standar kompetensi kerja khusus bagi pengawas operasional di pertambangan, dengan tujuan meningkatkan profesionalisme serta memastikan bahwa pengawas operasional memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang sesuai dengan standar keselamatan industri pertambangan.4. Keputusan Menteri (Kepmen) yang Mengatur Tata Kelola PertambanganKepmen ESDM No. 1796 Tahun 2018Memberikan pedoman pelaksanaan terkait permohonan, evaluasi, serta penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di sektor mineral dan batubara.Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018Menyediakan pedoman dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, mencakup keselamatan kerja, efisiensi operasional tambang, serta perlindungan lingkungan.5. Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam Industri PertambanganSelain peraturan pemerintah, terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI) yang harus dipenuhi oleh industri pertambangan guna menjamin keselamatan dan efisiensi kerja. Beberapa SNI yang berlaku di sektor pertambangan antara lain:SNI terkait Alat Pelindung Diri (APD)Standar ini mengatur spesifikasi teknis alat pelindung diri (APD) yang harus digunakan oleh pekerja tambang untuk meminimalkan risiko kecelakaan kerja.SNI terkait Prosedur Keselamatan TambangBerisi panduan mengenai penerapan prosedur keselamatan dalam berbagai aktivitas pertambangan, mulai dari tahap eksplorasi hingga pasca-operasi tambang dan reklamasi.Peraturan perundangan di sektor pertambangan mineral dan batubara di Indonesia telah dirancang untuk menjamin keselamatan kerja, meningkatkan efisiensi operasional, serta memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan.Dengan adanya regulasi seperti UU No. 3 Tahun 2020, PP No. 55 Tahun 2010, serta Permen dan Kepmen terkait, diharapkan seluruh perusahaan pertambangan dapat menerapkan praktik pertambangan yang aman dan bertanggung jawab. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) serta Standar Nasional Indonesia (SNI) juga menjadi elemen penting dalam memastikan bahwa aktivitas pertambangan dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku.Regulasi ini tidak hanya memberikan perlindungan bagi pekerja tambang, tetapi juga berperan dalam menjaga keberlanjutan industri pertambangan di Indonesia. Oleh karena itu, seluruh pelaku usaha di sektor ini wajib memahami dan menerapkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah guna menciptakan lingkungan kerja yang aman, produktif, dan berkelanjutan.Referensi:Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan KerjaUndang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang KetenagakerjaanUndang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan BatubaraPeraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha PertambanganPeraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2018, No. 26 Tahun 2018, No. 38 Tahun 2014, No. 43 Tahun 2016Keputusan Menteri ESDM No. 1796 Tahun 2018, No. 1827 Tahun 2018Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait Alat Pelindung Diri dan Keselamatan TambangSemoga artikel ini bermanfaat dalam memahami regulasi pertambangan di Indonesia.

SELENGKAPNYA
20250326065043.jpg

2025-04-07 β€” Super Admin

Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara

Industri pertambangan mineral dan batubara merupakan sektor yang memiliki risiko tinggi dalam operasionalnya. Oleh karena itu, pengawasan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan kerja, efisiensi operasional, serta kepatuhan terhadap standar yang berlaku. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 43 Tahun 2016, menetapkan standar kompetensi kerja khusus bagi pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara.Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme pengawas, mengurangi risiko kecelakaan kerja, dan memastikan kepatuhan terhadap standar internasional serta regulasi nasional yang berlaku. Sebelum regulasi ini diterbitkan, pengawasan di lapangan sering kali dilakukan tanpa pelatihan atau sertifikasi yang memadai, sehingga berpotensi menurunkan efektivitas dan keselamatan dalam operasional pertambangan.Pentingnya Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) bagi Pengawas OperasionalDengan adanya Permen ESDM No. 43 Tahun 2016, pemerintah berharap agar pengawas operasional di sektor pertambangan memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang sesuai dengan kebutuhan industri. Regulasi ini mencakup berbagai aspek penting, termasuk:Persyaratan Pelatihan – Pengawas operasional diwajibkan untuk mengikuti pelatihan guna meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial yang diperlukan.Sertifikasi Kompetensi – Setelah menyelesaikan pelatihan, pengawas harus mengikuti proses sertifikasi untuk membuktikan kemampuannya dalam menjalankan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku.Evaluasi Berkala – Standar kompetensi yang telah ditetapkan harus terus dievaluasi guna memastikan bahwa pengawas selalu memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan industri.Dengan adanya standar ini, diharapkan para pengawas dapat menjalankan tugasnya secara lebih efektif, baik dalam pengelolaan keselamatan kerja, pengawasan operasional, maupun pemenuhan regulasi pemerintah.Tingkatan Pengawas Operasional di Industri PertambanganBerdasarkan regulasi yang berlaku, pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu:Pengawas Operasional Pertama (POP) – Bertugas dalam pengawasan operasional di tingkat paling dasar, memastikan kepatuhan terhadap prosedur kerja, serta mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja.Pengawas Operasional Madya (POM) – Memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pengelolaan keselamatan kerja dan efisiensi operasional, serta mengawasi pengawas operasional pertama.Pengawas Operasional Utama (POU) – Berperan dalam pengambilan keputusan strategis terkait keselamatan kerja, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap regulasi di tingkat yang lebih tinggi.Struktur ini bertujuan untuk memastikan adanya jenjang kompetensi yang jelas, sehingga setiap pengawas dapat berkembang sesuai dengan keahliannya dan memiliki tanggung jawab yang proporsional terhadap lingkup pekerjaannya.Dasar Hukum Penetapan Standar Kompetensi Pengawas OperasionalPenetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Pengawas Operasional di bidang pertambangan mineral dan batubara disusun dengan mengacu pada berbagai regulasi, di antaranya:Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – Mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja, termasuk aspek keselamatan dan kompetensi kerja.Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara – Menjadi landasan utama dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia, termasuk aspek teknis dan pengawasan.Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 – Mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk aspek sertifikasi dan pelatihan tenaga kerja.Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 – Mengatur sistem standardisasi kompetensi kerja nasional, termasuk dalam industri pertambangan.Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 – Mengatur organisasi dan tata kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam pengelolaan pertambangan.Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 – Menetapkan standardisasi kompetensi kerja di bidang pertambangan mineral dan batubara, termasuk pengawas operasional.KesimpulanPenetapan Permen ESDM No. 43 Tahun 2016 merupakan langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan standar kompetensi bagi pengawas operasional di industri pertambangan. Dengan adanya standar ini, diharapkan setiap pengawas memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang sesuai, sehingga mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan berkontribusi terhadap keselamatan serta efisiensi operasional tambang.Melalui pelatihan, sertifikasi, dan evaluasi berkala, perusahaan dapat memastikan bahwa pengawas operasional memiliki kompetensi yang memenuhi standar industri, sehingga operasional pertambangan di Indonesia dapat berjalan dengan lebih aman, produktif, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.Referensi:Peraturan Menteri ESDM No. 43 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional.Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM.Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 tentang Standardisasi Kompetensi Kerja di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.Semoga artikel ini bermanfaat dalam memahami pentingnya standar kompetensi bagi pengawas operasional di sektor pertambangan.

SELENGKAPNYA
20250408021129.jpg

2025-04-07 β€” Super Admin

Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara

Industri pertambangan mineral dan batubara merupakan sektor yang memiliki risiko tinggi dalam operasionalnya. Oleh karena itu, pengawasan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan kerja, efisiensi operasional, serta kepatuhan terhadap standar yang berlaku. Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 43 Tahun 2016, menetapkan standar kompetensi kerja khusus bagi pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara.Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme pengawas, mengurangi risiko kecelakaan kerja, dan memastikan kepatuhan terhadap standar internasional serta regulasi nasional yang berlaku. Sebelum regulasi ini diterbitkan, pengawasan di lapangan sering kali dilakukan tanpa pelatihan atau sertifikasi yang memadai, sehingga berpotensi menurunkan efektivitas dan keselamatan dalam operasional pertambangan.Pentingnya Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) bagi Pengawas OperasionalDengan adanya Permen ESDM No. 43 Tahun 2016, pemerintah berharap agar pengawas operasional di sektor pertambangan memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang sesuai dengan kebutuhan industri. Regulasi ini mencakup berbagai aspek penting, termasuk:Persyaratan Pelatihan – Pengawas operasional diwajibkan untuk mengikuti pelatihan guna meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial yang diperlukan.Sertifikasi Kompetensi – Setelah menyelesaikan pelatihan, pengawas harus mengikuti proses sertifikasi untuk membuktikan kemampuannya dalam menjalankan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku.Evaluasi Berkala – Standar kompetensi yang telah ditetapkan harus terus dievaluasi guna memastikan bahwa pengawas selalu memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan industri.Dengan adanya standar ini, diharapkan para pengawas dapat menjalankan tugasnya secara lebih efektif, baik dalam pengelolaan keselamatan kerja, pengawasan operasional, maupun pemenuhan regulasi pemerintah.Tingkatan Pengawas Operasional di Industri PertambanganBerdasarkan regulasi yang berlaku, pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu:Pengawas Operasional Pertama (POP) – Bertugas dalam pengawasan operasional di tingkat paling dasar, memastikan kepatuhan terhadap prosedur kerja, serta mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja.Pengawas Operasional Madya (POM) – Memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pengelolaan keselamatan kerja dan efisiensi operasional, serta mengawasi pengawas operasional pertama.Pengawas Operasional Utama (POU) – Berperan dalam pengambilan keputusan strategis terkait keselamatan kerja, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap regulasi di tingkat yang lebih tinggi.Struktur ini bertujuan untuk memastikan adanya jenjang kompetensi yang jelas, sehingga setiap pengawas dapat berkembang sesuai dengan keahliannya dan memiliki tanggung jawab yang proporsional terhadap lingkup pekerjaannya.Dasar Hukum Penetapan Standar Kompetensi Pengawas OperasionalPenetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Pengawas Operasional di bidang pertambangan mineral dan batubara disusun dengan mengacu pada berbagai regulasi, di antaranya:Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – Mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja, termasuk aspek keselamatan dan kompetensi kerja.Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara – Menjadi landasan utama dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia, termasuk aspek teknis dan pengawasan.Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 – Mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk aspek sertifikasi dan pelatihan tenaga kerja.Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 – Mengatur sistem standardisasi kompetensi kerja nasional, termasuk dalam industri pertambangan.Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 – Mengatur organisasi dan tata kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam pengelolaan pertambangan.Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 – Menetapkan standardisasi kompetensi kerja di bidang pertambangan mineral dan batubara, termasuk pengawas operasional.KesimpulanPenetapan Permen ESDM No. 43 Tahun 2016 merupakan langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan standar kompetensi bagi pengawas operasional di industri pertambangan. Dengan adanya standar ini, diharapkan setiap pengawas memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang sesuai, sehingga mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan berkontribusi terhadap keselamatan serta efisiensi operasional tambang.Melalui pelatihan, sertifikasi, dan evaluasi berkala, perusahaan dapat memastikan bahwa pengawas operasional memiliki kompetensi yang memenuhi standar industri, sehingga operasional pertambangan di Indonesia dapat berjalan dengan lebih aman, produktif, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.Referensi:Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional.Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM.Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 tentang Standardisasi Kompetensi Kerja di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.Peraturan Menteri ESDM No. 43 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.Semoga artikel ini bermanfaat dalam memahami pentingnya standar kompetensi bagi pengawas operasional di sektor pertambangan

SELENGKAPNYA
20250409082819.jpg

2025-03-04 β€” Super Admin

Pelatihan dan Sertifikasi K3: Meningkatkan Kompetensi Pekerja Migas

Pelatihan dan sertifikasi K3 Migas merupakan aspek penting dalam memastikan keselamatan dan kesehatan kerja di industri minyak dan gas. Dalam operasional industri migas, pekerja harus memiliki pemahaman mendalam tentang K3 Migas, termasuk risiko yang ada di lapangan dan cara mengatasinya. Oleh karena itu, setiap pekerja diwajibkan untuk mengikuti pelatihan K3 Migas guna meningkatkan kompetensi mereka dalam menghadapi berbagai potensi bahaya.Pelatihan K3 Migas mencakup berbagai aspek keselamatan, mulai dari penggunaan alat pelindung diri (APD), prosedur kerja aman, hingga teknik tanggap darurat. Dengan adanya pelatihan K3 Migas, pekerja dapat memahami cara bekerja dengan aman dan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Selain itu, pelatihan K3 Migas juga memberikan wawasan mengenai peraturan perundang-undangan terkait keselamatan kerja di industri migas.Sertifikasi K3 Migas sangat diperlukan bagi setiap pekerja yang terlibat dalam aktivitas eksplorasi, produksi, dan distribusi minyak serta gas. Dengan memiliki sertifikasi K3 Migas, seorang pekerja dianggap kompeten dalam menerapkan prinsip-prinsip keselamatan kerja di lapangan. Beberapa sertifikasi K3 Migas yang umum meliputi Basic Safety Training (BST), Firefighting Training, H2S Safety Training, dan Work at Height Safety Training.Selain pekerja lapangan, para supervisor dan manajer juga diwajibkan memiliki sertifikasi K3 Migas untuk memastikan bahwa mereka mampu mengawasi serta menerapkan kebijakan keselamatan kerja dengan baik. Dalam setiap proyek migas, manajemen harus memastikan bahwa seluruh tenaga kerja telah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikasi K3 Migas yang valid.Penerapan K3 Migas yang baik dimulai dari pelatihan yang efektif. Oleh karena itu, perusahaan migas harus menyediakan program pelatihan K3 Migas yang berkelanjutan agar pekerja selalu diperbarui dengan teknik keselamatan terbaru. Dengan pelatihan K3 Migas yang rutin, perusahaan dapat menekan angka kecelakaan kerja dan meningkatkan produktivitas karyawan.Salah satu aspek penting dalam pelatihan K3 Migas adalah simulasi keadaan darurat. Dalam simulasi ini, pekerja dilatih untuk merespons kebocoran gas, ledakan, atau kebakaran dengan cepat dan tepat. Dengan mengikuti pelatihan K3 Migas yang berbasis simulasi, pekerja dapat meningkatkan kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi situasi berbahaya di lingkungan kerja.Selain itu, pelatihan K3 Migas juga mencakup aspek kesehatan kerja, seperti pencegahan paparan bahan kimia berbahaya dan pengelolaan stres akibat lingkungan kerja yang ekstrem. Dengan pemahaman yang baik tentang kesehatan kerja dalam K3 Migas, pekerja dapat menjaga kondisi fisik dan mental mereka agar tetap optimal saat bekerja di lokasi tambang minyak dan gas.Pelatihan K3 Migas juga harus diperbarui secara berkala untuk mengikuti perkembangan teknologi dan regulasi terbaru. Oleh karena itu, perusahaan migas harus bekerja sama dengan lembaga pelatihan resmi untuk memastikan bahwa program pelatihan K3 Migas yang diberikan selalu relevan dengan kebutuhan industri.Dengan meningkatnya kompetensi pekerja melalui pelatihan dan sertifikasi K3 Migas, angka kecelakaan kerja dapat diminimalkan dan produktivitas operasional dapat meningkat. Oleh karena itu, setiap perusahaan di sektor migas harus berkomitmen dalam menyediakan pelatihan K3 Migas yang berkualitas bagi seluruh pekerjanya. Dengan demikian, penerapan K3 Migas dapat berjalan secara optimal dan memberikan manfaat besar bagi keselamatan pekerja serta keberlangsungan industri minyak dan gas.Semoga Artikel berikut bermanfaat!Source : Artikel di atas merupakan hasil penulisan saya berdasarkan prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Migas, yang merujuk pada standar dan regulasi umum dalam industri minyak dan gas. Beberapa referensi yang relevan untuk mendukung artikel ini meliputi:1. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Permenaker) No. 20 Tahun 2019 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Minyak dan Gas.2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.3. Standar Internasional seperti OSHA (Occupational Safety and Health Administration), API (American Petroleum Institute), dan ISO 45001 tentang Sistem Manajemen K3.4. Panduan Sertifikasi K3 Migas dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) dan Kemenaker terkait pelatihan dan kompetensi tenaga kerja di industri migas.5. Dokumen dan laporan industri dari perusahaan migas besar seperti Pertamina, Chevron, atau ExxonMobil terkait penerapan K3 dalam operasional mereka.Penulis :Nina A WulandariTim Mining Plus Indonesia

SELENGKAPNYA
Β© 2024 Mining Plus Indonesia. All Rights Reserved.