+62 821 - 8818 - 8036

|

academyminingplus@gmail.com

|

Menara Bidakara 2, Annexe Builiding, Lt 4 Jl. Gatot Subroto, Kav 71-73, Tebet, Jakarta Selatan

|

20250416064844.jpg

Hirarki Peraturan tentang Ketenagalistrikan di Indonesia

2025-04-16

Super Admin

<div>Sektor ketenagalistrikan merupakan bagian vital dalam pembangunan nasional, mendukung industri, ekonomi, dan kehidupan sehari-hari masyarakat.&nbsp; Untuk memastikan keamanan, efisiensi, dan keberlanjutan penyediaan tenaga listrik, Indonesia menerapkan regulasi yang tersusun dalam hirarki peraturan ketenagalistrikan. Peraturan-peraturan ini saling melengkapi dan mencakup berbagai aspek, mulai dari kebijakan umum, teknis, hingga standar keselamatan.&nbsp;</div><ul><li><br>Artikel ini akan membahas hirarki peraturan ketenagalistrikan di Indonesia, mulai dari undang-undang hingga standar nasional yang diterapkan dalam industri.<br><br></li></ul><div>1. <strong>Undang-Undang</strong>: Landasan Hukum Ketenagalistrikan Peraturan tertinggi dalam sektor ketenagalistrikan adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Regulasi ini mengatur berbagai aspek penyediaan tenaga listrik, termasuk:<br>- Penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan (pembangkit, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik).<br>- Hak dan kewajiban penyedia tenaga listrik serta perlindungan konsumen.<br>- Keselamatan ketenagalistrikan untuk mencegah risiko kecelakaan akibat instalasi listrik yang tidak sesuai standar.<br>- Peran pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan tenaga listrik.<br>Sebagai regulasi dasar, UU No. 30 Tahun 2009 menjadi acuan utama bagi peraturan-peraturan lain di bawahnya.<br><br></div><div>2. <strong>Peraturan Pemerintah</strong>: Implementasi Kebijakan Ketenagalistrikan</div><div>Untuk menjalankan undang-undang tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaan, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, yang kemudian diperbarui dengan PP No. 23 Tahun 2014. PP ini mengatur lebih lanjut mengenai:</div><div>- Perizinan usaha penyediaan tenaga listrik.<br>- Pengelolaan jaringan listrik dan distribusinya.<br>- Tarif tenaga listrik dan mekanisme pengawasannya.<br>- Kewajiban penyedia listrik dalam menjaga keandalan pasokan serta keselamatan operasi.<br>Dengan adanya peraturan ini, pemerintah memastikan bahwa penyediaan tenaga listrik dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan standar keselamatan.<br><br>&nbsp;3. <strong>Peraturan Menteri</strong>: Pedoman Teknis Ketenagalistrikan<br>Pada tingkat kementerian, regulasi yang lebih spesifik ditetapkan melalui Peraturan Menteri. Salah satu peraturan penting dalam sektor ini adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 12 Tahun 2021 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Bidang Ketenagalistrikan. Peraturan ini menegaskan pentingnya aspek keselamatan kerja dalam sektor listrik, termasuk:<br>- Persyaratan keselamatan bagi pekerja dan instalasi listrik.<br>- Standar prosedur kerja untuk mencegah kecelakaan listrik.<br>- Pengawasan dan sanksi bagi pelanggaran aturan K3.<br><br>4. <strong>Keputusan Menteri</strong>: Penerapan Kaidah Teknis dalam Industri Listrik<br>Di bawah peraturan menteri, terdapat keputusan menteri yang berfungsi sebagai pedoman teknis lebih lanjut. Salah satunya adalah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 1827 Tahun 2018 tentang Penerapan Kaidah Teknis Baik di Pertambangan. Meskipun regulasi ini berfokus pada pertambangan, namun mencakup pula aspek ketenagalistrikan, terutama terkait:<br>- Penerapan standar operasional dalam penggunaan listrik di area pertambangan.<br>- Pencegahan risiko kebakaran dan kecelakaan akibat kelistrikan.<br>- Pengawasan terhadap instalasi listrik yang digunakan di sektor pertambangan.<br>Keputusan menteri ini membantu memperjelas penerapan regulasi dalam konteks industri tertentu, memastikan kepatuhan terhadap standar teknis yang berlaku.<br><br>5. <strong>Standar Nasional Indonesia (SNI)</strong>: Pedoman Teknis Keselamatan Listrik<br>Sebagai dasar teknis dalam industri ketenagalistrikan, berbagai Standar Nasional Indonesia (SNI) diterapkan untuk mengatur spesifikasi peralatan listrik, instalasi, dan prosedur keselamatan. Beberapa contoh SNI terkait ketenagalistrikan antara lain:<br>- SNI untuk instalasi listrik di rumah tangga dan industri guna memastikan keandalan dan keamanan sistem kelistrikan.<br>- SNI peralatan listrik, seperti kabel, transformator, dan sistem proteksi listrik.<br>- SNI prosedur keselamatan kerja bagi teknisi listrik dan pekerja yang berisiko tinggi terhadap sengatan listrik.<br>- SNI berfungsi sebagai acuan dalam produksi, pemasangan, dan pengoperasian peralatan listrik agar sesuai dengan standar keselamatan internasional.<br><figure data-trix-attachment="{&quot;content&quot;:&quot;<img src=\&quot;https://www.miningplusindonesia.id/storage/images/content/20250416063246_content.png\&quot; alt=\&quot;image 170.png\&quot;>&quot;,&quot;url&quot;:&quot;https://www.miningplusindonesia.id/storage/images/content/20250416063246_content.png&quot;}" data-trix-content-type="undefined" class="attachment attachment--content"><img src="https://www.miningplusindonesia.id/storage/images/content/20250416063246_content.png" alt="image 170.png"><figcaption class="attachment__caption"></figcaption></figure>Dengan adanya regulasi yang jelas dan terstruktur, sektor ketenagalistrikan di Indonesia dapat berkembang secara aman, efisien, dan berkelanjutan, serta memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan industri. <br><br><strong>Referensi</strong><br>- Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.<br>- Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (diubah dengan PP No. 23 Tahun 2014).<br>- Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2021 tentang K3 di Bidang Ketenagalistrikan.<br>- Keputusan Menteri ESDM No. 1827 Tahun 2018 tentang Penerapan Kaidah Teknis Baik di Pertambangan.<br>- Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait peralatan listrik, instalasi, dan prosedur keselamatan.<br><br> Semoga artikel ini membantu dalam memahami regulasi ketenagalistrikan di Indonesia!&nbsp;</div>

Read More
20250414064056.jpg

Keselamatan Ketenagalistrikan: Standar dan Implementasi dalam Industri Pertambangan

2025-04-14

Super Admin

<div>Keselamatan ketenagalistrikan merupakan aspek krusial dalam berbagai sektor industri, terutama di pertambangan, yang memiliki lingkungan kerja berisiko tinggi.<br>Dengan adanya standarisasi peralatan, pemanfaatan tenaga listrik yang aman, serta pengamanan instalasi listrik, risiko kecelakaan kerja akibat kelistrikan dapat diminimalkan.<br>Keselamatan ketenagalistrikan bertujuan untuk:<br>Mewujudkan sistem kelistrikan yang andal dan aman bagi operasional industri.<br>Melindungi manusia dan makhluk hidup lainnya dari potensi bahaya listrik.<br>Menjaga lingkungan tetap aman dan bebas dari pencemaran akibat kelistrikan.<br>Dengan menerapkan standar keselamatan ketenagalistrikan yang sesuai, industri dapat memastikan kelangsungan operasional yang lebih efisien dan sesuai regulasi.<br><br>Pentingnya Keselamatan Ketenagalistrikan di Industri Pertambangan<br><br>Industri pertambangan memiliki lingkungan kerja yang unik dan penuh tantangan, seperti:<br>Kondisi basah dan lembap yang meningkatkan risiko korsleting listrik.<br>Debu dan material konduktif yang dapat menyebabkan hubungan arus pendek.<br>Penggunaan alat berat bertenaga listrik yang memerlukan sistem keamanan ekstra.<br><br>Oleh karena itu, keselamatan kelistrikan menjadi prioritas utama untuk:<br>1. Mencegah kecelakaan kerja akibat kontak langsung dengan arus listrik – Kesalahan dalam instalasi listrik dapat mengakibatkan sengatan listrik yang fatal bagi pekerja.<br>2. Mengurangi risiko kerusakan alat berat dan gangguan operasional – Kerusakan sistem kelistrikan dapat menyebabkan downtime produksi yang merugikan perusahaan.<br>3. Menjaga kepatuhan terhadap peraturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) – Setiap industri harus memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menghindari sanksi dan memastikan keselamatan pekerja.<br><br>Standar Keselamatan Ketenagalistrikan<br>Keselamatan ketenagalistrikan harus diterapkan pada setiap instalasi penyediaan tenaga listrik sesuai dengan persyaratan umum keselamatan ketenagalistrikan yang mencakup:<br>Instalasi pemanfaatan tenaga listrik harus memenuhi standar SNI (Standar Nasional Indonesia) di bidang ketenagalistrikan.<br>Jika SNI belum tersedia, maka dapat menggunakan standar internasional atau standar lain yang diakui secara resmi.<br>Standarisasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem kelistrikan yang digunakan beroperasi secara aman, efisien, dan sesuai regulasi nasional serta global.<br><br>Pemenuhan Keselamatan Ketenagalistrikan<br><br>Agar industri memenuhi standar keselamatan ketenagalistrikan, ada beberapa sertifikasi yang wajib dimiliki:<br>1. Sertifikat Laik Operasi (SLO) – Setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki SLO sebagai bukti bahwa sistem kelistrikan telah memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan.1<br>2. Sertifikat Badan Usaha (SBU) – Setiap badan usaha yang bergerak di bidang ketenagalistrikan harus memiliki SBU untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki kompetensi dalam menangani instalasi listrik.<br>3. Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik (SKTT) – Setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan harus memiliki sertifikasi kompetensi sebagai bukti keahlian dalam mengelola sistem kelistrikan sesuai standar keselamatan.<br><br>Regulasi yang Mengatur Keselamatan Ketenagalistrikan<br><br>Beberapa peraturan yang mengatur aspek keselamatan ketenagalistrikan di Indonesia, antara lain:<br>Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan – Mengatur penyediaan tenaga listrik, keselamatan instalasi, dan perlindungan lingkungan.<br>Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik – Menetapkan kewajiban pemenuhan standar keselamatan listrik.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ketenagalistrikan – Mewajibkan setiap instalasi listrik memenuhi persyaratan teknis dan keselamatan kerja.<br>Standar Nasional Indonesia (SNI) di bidang ketenagalistrikan – Digunakan sebagai acuan dalam pemasangan dan pemanfaatan tenaga listrik secara aman.<br><br>Keselamatan ketenagalistrikan adalah komponen utama dalam industri pertambangan, yang bertujuan untuk memastikan operasional yang aman, efisien, dan bebas dari risiko kecelakaan kerja akibat listrik.&nbsp;<br>Dengan menerapkan standar keselamatan sesuai regulasi, perusahaan dapat melindungi pekerja, menjaga alat berat tetap berfungsi optimal, serta mematuhi hukum yang berlaku.<br>Industri pertambangan harus terus berkomitmen dalam menerapkan Sertifikasi Laik Operasi (SLO), Sertifikat Badan Usaha (SBU), dan Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik (SKTT)&nbsp;<br>agar sistem kelistrikan dapat beroperasi dengan standar keamanan tertinggi.<br><br>Referensi:<br>Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.<br>Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ketenagalistrikan.<br>Standar Nasional Indonesia (SNI) Ketenagalistrikan – Badan Standardisasi Nasional (BSN).<br><br>Semoga artikel ini bermanfaat dalam memahami pentingnya keselamatan ketenagalistrikan dalam industri pertambangan!</div>

Read More
20250416070123.png

Kriteria Kepala Teknik Tambang pada Pertambangan Mineral dan Batubara

2025-04-11

Super Admin

<div>Dalam industri pertambangan mineral dan batubara, peran Kepala Teknik Tambang (KTT) sangat krusial dalam memastikan operasi tambang berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku.<br>Pemerintah telah menetapkan standar dan kriteria bagi individu yang dapat menjabat sebagai KTT melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) No. 1827 Tahun 2018.<br><br>Persyaratan Umum Kepala Teknik Tambang<br>Berdasarkan Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018 Lampiran I halaman 14-16, berikut adalah kriteria utama bagi seseorang yang ingin menjabat sebagai KTT:<br>1. Pendidikan dan Kompetensi<br>Memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknik pertambangan, geologi, atau disiplin ilmu yang relevan.<br>Menguasai aspek teknis dan regulasi dalam industri pertambangan.<br>Memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan standar nasional dan internasional.<br>2. Pengalaman Kerja<br>Memiliki pengalaman minimal dalam bidang operasional pertambangan.<br>Pernah menduduki posisi strategis dalam manajemen tambang.<br>Mampu menerapkan prinsip keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan (K3L) dalam operasional tambang.<br>3. Kewenangan dan Tanggung Jawab<br>Bertanggung jawab atas keseluruhan operasional pertambangan.<br>Mengelola dan memastikan implementasi sistem manajemen keselamatan pertambangan.<br>Menyusun serta menerapkan kebijakan dan prosedur teknis yang sesuai dengan regulasi pemerintah.<br>4. Kepatuhan terhadap Regulasi<br>Memahami dan menerapkan regulasi yang berkaitan dengan keselamatan kerja, lingkungan, dan operasional tambang.<br>Berkomitmen terhadap penerapan standar pertambangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan lembaga terkait.<br><br>Peran Strategis Kepala Teknik Tambang<br>Kepala Teknik Tambang tidak hanya bertanggung jawab atas efisiensi operasional, tetapi juga menjamin kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. <br>Dengan adanya Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018, diharapkan setiap tambang memiliki pemimpin teknis yang kompeten guna meningkatkan keselamatan kerja dan produktivitas tambang secara berkelanjutan.<br>Untuk informasi lebih lanjut mengenai regulasi ini, dapat merujuk ke dokumen resmi Keputusan Menteri ESDM No. 1827 Tahun 2018 atau mengakses situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.<br><br>semoga artikel ini bermanfaat!<br><br><strong>Sumber</strong><br>Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1827 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik<br>Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (https://www.esdm.go.id)</div>

Read More
20250409083004.jpg

Peraturan Perundangan Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia

2025-04-09

Super Admin

<div>Industri pertambangan mineral dan batubara merupakan sektor strategis yang berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.&nbsp;<br>Namun, sektor ini juga memiliki risiko tinggi, baik dari segi keselamatan kerja, perlindungan lingkungan, maupun tata kelola industri.&nbsp;<br>Untuk itu, pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi guna memastikan bahwa seluruh kegiatan pertambangan berjalan sesuai dengan standar keselamatan, efisiensi operasional, dan prinsip keberlanjutan.<br>Regulasi yang mengatur industri pertambangan di Indonesia terdiri dari Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP),&nbsp;<br>Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), serta Standar Nasional Indonesia (SNI). Berikut adalah ringkasan peraturan perundangan yang berlaku di sektor pertambangan mineral dan batubara.<br><br>1. Undang-Undang (UU) yang Mengatur Pertambangan<br>Beberapa Undang-Undang yang menjadi dasar hukum dalam industri pertambangan mineral dan batubara antara lain:<br>UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja<br>Mengatur standar keselamatan kerja di berbagai sektor, termasuk pertambangan, guna memastikan keselamatan tenaga kerja dan lingkungan kerja yang aman.<br>UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 86 &amp; 87)<br>Menyebutkan hak tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta kewajiban perusahaan dalam menerapkan standar K3 yang berlaku.<br>UU No. 3 Tahun 2020 (Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara)<br>Undang-undang ini mengatur tata kelola industri pertambangan di Indonesia, termasuk aspek keselamatan kerja, perlindungan lingkungan, perizinan, serta kaidah pertambangan yang baik (Good Mining Practice). Salah satu poin utama dalam UU ini adalah kewajiban perusahaan tambang untuk menerapkan sistem keselamatan kerja di seluruh aktivitas operasionalnya.<br><br>2. Peraturan Pemerintah (PP) yang Mengatur Industri Pertambangan<br>PP No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha Pertambangan<br>Peraturan ini menetapkan mekanisme pengawasan atas kegiatan usaha pertambangan, dengan tujuan memastikan bahwa setiap operasi tambang mengikuti kaidah teknik pertambangan yang baik serta standar keselamatan kerja.<br>PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)<br>Mengatur kewajiban perusahaan untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam operasionalnya, sesuai dengan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 19.<br><br>3. Peraturan Menteri (Permen) yang Mengatur Pertambangan Mineral dan Batubara<br>Permen ESDM No. 11 Tahun 2018<br>Mengatur tentang pemberian wilayah, perizinan, serta pelaporan dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.<br>Permen ESDM No. 26 Tahun 2018<br>Menekankan pentingnya penerapan kaidah pertambangan yang baik, termasuk dalam aspek keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan di sektor pertambangan.<br>Permen ESDM No. 38 Tahun 2014 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP)<br>Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan tambang menerapkan sistem manajemen keselamatan pertambangan yang efektif guna mengelola risiko operasional, meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta melindungi lingkungan pertambangan.<br>Permen ESDM No. 43 Tahun 2016<br>Menetapkan standar kompetensi kerja khusus bagi pengawas operasional di pertambangan, dengan tujuan meningkatkan profesionalisme serta memastikan bahwa pengawas operasional memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang sesuai dengan standar keselamatan industri pertambangan.<br><br>4. Keputusan Menteri (Kepmen) yang Mengatur Tata Kelola Pertambangan<br>Kepmen ESDM No. 1796 Tahun 2018<br>Memberikan pedoman pelaksanaan terkait permohonan, evaluasi, serta penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di sektor mineral dan batubara.<br>Kepmen ESDM No. 1827 Tahun 2018<br>Menyediakan pedoman dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, mencakup keselamatan kerja, efisiensi operasional tambang, serta perlindungan lingkungan.<br><br>5. Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam Industri Pertambangan<br>Selain peraturan pemerintah, terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI) yang harus dipenuhi oleh industri pertambangan guna menjamin keselamatan dan efisiensi kerja. Beberapa SNI yang berlaku di sektor pertambangan antara lain:<br>SNI terkait Alat Pelindung Diri (APD)<br>Standar ini mengatur spesifikasi teknis alat pelindung diri (APD) yang harus digunakan oleh pekerja tambang untuk meminimalkan risiko kecelakaan kerja.<br>SNI terkait Prosedur Keselamatan Tambang<br>Berisi panduan mengenai penerapan prosedur keselamatan dalam berbagai aktivitas pertambangan, mulai dari tahap eksplorasi hingga pasca-operasi tambang dan reklamasi.<br><br>Peraturan perundangan di sektor pertambangan mineral dan batubara di Indonesia telah dirancang untuk menjamin keselamatan kerja, meningkatkan efisiensi operasional, serta memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan.<br>Dengan adanya regulasi seperti UU No. 3 Tahun 2020, PP No. 55 Tahun 2010, serta Permen dan Kepmen terkait, diharapkan seluruh perusahaan pertambangan dapat menerapkan praktik pertambangan yang aman dan bertanggung jawab. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) serta Standar Nasional Indonesia (SNI) juga menjadi elemen penting dalam memastikan bahwa aktivitas pertambangan dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku.<br>Regulasi ini tidak hanya memberikan perlindungan bagi pekerja tambang, tetapi juga berperan dalam menjaga keberlanjutan industri pertambangan di Indonesia. Oleh karena itu, seluruh pelaku usaha di sektor ini wajib memahami dan menerapkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah guna menciptakan lingkungan kerja yang aman, produktif, dan berkelanjutan.<br><br>Referensi:<br>Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja<br>Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan<br>Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara<br>Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha Pertambangan<br>Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3<br>Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2018, No. 26 Tahun 2018, No. 38 Tahun 2014, No. 43 Tahun 2016<br>Keputusan Menteri ESDM No. 1796 Tahun 2018, No. 1827 Tahun 2018<br>Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait Alat Pelindung Diri dan Keselamatan Tambang<br><br>Semoga artikel ini bermanfaat dalam memahami regulasi pertambangan di Indonesia.</div>

Read More
20250326065043.jpg

Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara

2025-04-07

Super Admin

<div>Industri pertambangan mineral dan batubara merupakan sektor yang memiliki risiko tinggi dalam operasionalnya.&nbsp;<br>Oleh karena itu, pengawasan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan kerja, efisiensi operasional, serta kepatuhan terhadap standar yang berlaku.&nbsp;<br>Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 43 Tahun 2016, menetapkan standar kompetensi kerja khusus bagi pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara.<br>Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme pengawas, mengurangi risiko kecelakaan kerja, dan memastikan kepatuhan terhadap standar internasional serta regulasi nasional yang berlaku.&nbsp;<br>Sebelum regulasi ini diterbitkan, pengawasan di lapangan sering kali dilakukan tanpa pelatihan atau sertifikasi yang memadai, sehingga berpotensi menurunkan efektivitas dan keselamatan dalam operasional pertambangan.<br><br>Pentingnya Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) bagi Pengawas Operasional<br>Dengan adanya Permen ESDM No. 43 Tahun 2016, pemerintah berharap agar pengawas operasional di sektor pertambangan memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang sesuai dengan kebutuhan industri. Regulasi ini mencakup berbagai aspek penting, termasuk:<br>Persyaratan Pelatihan – Pengawas operasional diwajibkan untuk mengikuti pelatihan guna meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial yang diperlukan.<br>Sertifikasi Kompetensi – Setelah menyelesaikan pelatihan, pengawas harus mengikuti proses sertifikasi untuk membuktikan kemampuannya dalam menjalankan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku.<br>Evaluasi Berkala – Standar kompetensi yang telah ditetapkan harus terus dievaluasi guna memastikan bahwa pengawas selalu memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan industri.<br>Dengan adanya standar ini, diharapkan para pengawas dapat menjalankan tugasnya secara lebih efektif, baik dalam pengelolaan keselamatan kerja, pengawasan operasional, maupun pemenuhan regulasi pemerintah.<br><br>Tingkatan Pengawas Operasional di Industri Pertambangan<br>Berdasarkan regulasi yang berlaku, pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu:<br>Pengawas Operasional Pertama (POP) – Bertugas dalam pengawasan operasional di tingkat paling dasar, memastikan kepatuhan terhadap prosedur kerja, serta mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja.<br>Pengawas Operasional Madya (POM) – Memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pengelolaan keselamatan kerja dan efisiensi operasional, serta mengawasi pengawas operasional pertama.<br>Pengawas Operasional Utama (POU) – Berperan dalam pengambilan keputusan strategis terkait keselamatan kerja, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap regulasi di tingkat yang lebih tinggi.<br>Struktur ini bertujuan untuk memastikan adanya jenjang kompetensi yang jelas, sehingga setiap pengawas dapat berkembang sesuai dengan keahliannya dan memiliki tanggung jawab yang proporsional terhadap lingkup pekerjaannya.<br><br>Dasar Hukum Penetapan Standar Kompetensi Pengawas Operasional<br>Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Pengawas Operasional di bidang pertambangan mineral dan batubara disusun dengan mengacu pada berbagai regulasi, di antaranya:<br>Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – Mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja, termasuk aspek keselamatan dan kompetensi kerja.<br>Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara – Menjadi landasan utama dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia, termasuk aspek teknis dan pengawasan.<br>Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 – Mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk aspek sertifikasi dan pelatihan tenaga kerja.<br>Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 – Mengatur sistem standardisasi kompetensi kerja nasional, termasuk dalam industri pertambangan.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 – Mengatur organisasi dan tata kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam pengelolaan pertambangan.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 – Menetapkan standardisasi kompetensi kerja di bidang pertambangan mineral dan batubara, termasuk pengawas operasional.<br><br>Kesimpulan<br>Penetapan Permen ESDM No. 43 Tahun 2016 merupakan langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan standar kompetensi bagi pengawas operasional di industri pertambangan.&nbsp;<br>Dengan adanya standar ini, diharapkan setiap pengawas memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang sesuai, sehingga mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan berkontribusi terhadap keselamatan serta efisiensi operasional tambang.<br>Melalui pelatihan, sertifikasi, dan evaluasi berkala, perusahaan dapat memastikan bahwa pengawas operasional memiliki kompetensi yang memenuhi standar industri, sehingga operasional pertambangan di Indonesia dapat berjalan dengan lebih aman, produktif, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.<br><br>Referensi:<br>Peraturan Menteri ESDM No. 43 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.<br>Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.<br>Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.<br>Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.<br>Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 tentang Standardisasi Kompetensi Kerja di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.<br><br>Semoga artikel ini bermanfaat dalam memahami pentingnya standar kompetensi bagi pengawas operasional di sektor pertambangan.</div>

Read More
20250408021129.jpg

Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara

2025-04-07

Super Admin

<div>Industri pertambangan mineral dan batubara merupakan sektor yang memiliki risiko tinggi dalam operasionalnya.&nbsp;<br>Oleh karena itu, pengawasan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan kerja, efisiensi operasional, serta kepatuhan terhadap standar yang berlaku.&nbsp;<br>Pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 43 Tahun 2016, menetapkan standar kompetensi kerja khusus bagi pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara.<br>Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme pengawas, mengurangi risiko kecelakaan kerja, dan memastikan kepatuhan terhadap standar internasional serta regulasi nasional yang berlaku.&nbsp;<br>Sebelum regulasi ini diterbitkan, pengawasan di lapangan sering kali dilakukan tanpa pelatihan atau sertifikasi yang memadai, sehingga berpotensi menurunkan efektivitas dan keselamatan dalam operasional pertambangan.<br><br>Pentingnya Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) bagi Pengawas Operasional<br>Dengan adanya Permen ESDM No. 43 Tahun 2016, pemerintah berharap agar pengawas operasional di sektor pertambangan memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang sesuai dengan kebutuhan industri. Regulasi ini mencakup berbagai aspek penting, termasuk:<br>Persyaratan Pelatihan – Pengawas operasional diwajibkan untuk mengikuti pelatihan guna meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial yang diperlukan.<br>Sertifikasi Kompetensi – Setelah menyelesaikan pelatihan, pengawas harus mengikuti proses sertifikasi untuk membuktikan kemampuannya dalam menjalankan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku.<br>Evaluasi Berkala – Standar kompetensi yang telah ditetapkan harus terus dievaluasi guna memastikan bahwa pengawas selalu memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan industri.<br>Dengan adanya standar ini, diharapkan para pengawas dapat menjalankan tugasnya secara lebih efektif, baik dalam pengelolaan keselamatan kerja, pengawasan operasional, maupun pemenuhan regulasi pemerintah.<br><br>Tingkatan Pengawas Operasional di Industri Pertambangan<br>Berdasarkan regulasi yang berlaku, pengawas operasional di sektor pertambangan mineral dan batubara dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu:<br>Pengawas Operasional Pertama (POP) – Bertugas dalam pengawasan operasional di tingkat paling dasar, memastikan kepatuhan terhadap prosedur kerja, serta mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja.<br>Pengawas Operasional Madya (POM) – Memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pengelolaan keselamatan kerja dan efisiensi operasional, serta mengawasi pengawas operasional pertama.<br>Pengawas Operasional Utama (POU) – Berperan dalam pengambilan keputusan strategis terkait keselamatan kerja, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap regulasi di tingkat yang lebih tinggi.<br>Struktur ini bertujuan untuk memastikan adanya jenjang kompetensi yang jelas, sehingga setiap pengawas dapat berkembang sesuai dengan keahliannya dan memiliki tanggung jawab yang proporsional terhadap lingkup pekerjaannya.<br><br>Dasar Hukum Penetapan Standar Kompetensi Pengawas Operasional<br>Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Pengawas Operasional di bidang pertambangan mineral dan batubara disusun dengan mengacu pada berbagai regulasi, di antaranya:<br>Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – Mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja, termasuk aspek keselamatan dan kompetensi kerja.<br>Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara – Menjadi landasan utama dalam pengelolaan pertambangan di Indonesia, termasuk aspek teknis dan pengawasan.<br>Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 – Mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, termasuk aspek sertifikasi dan pelatihan tenaga kerja.<br>Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 – Mengatur sistem standardisasi kompetensi kerja nasional, termasuk dalam industri pertambangan.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 – Mengatur organisasi dan tata kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam pengelolaan pertambangan.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 – Menetapkan standardisasi kompetensi kerja di bidang pertambangan mineral dan batubara, termasuk pengawas operasional.<br><br>Kesimpulan<br>Penetapan Permen ESDM No. 43 Tahun 2016 merupakan langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan standar kompetensi bagi pengawas operasional di industri pertambangan.&nbsp;<br>Dengan adanya standar ini, diharapkan setiap pengawas memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang sesuai, sehingga mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan berkontribusi terhadap keselamatan serta efisiensi operasional tambang.<br>Melalui pelatihan, sertifikasi, dan evaluasi berkala, perusahaan dapat memastikan bahwa pengawas operasional memiliki kompetensi yang memenuhi standar industri, sehingga operasional pertambangan di Indonesia dapat berjalan dengan lebih aman, produktif, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.<br><br>Referensi:<br><br>Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.<br>Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.<br>Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.<br>Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian ESDM.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2016 tentang Standardisasi Kompetensi Kerja di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.<br>Peraturan Menteri ESDM No. 43 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Kerja Khusus Pengawas Operasional di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.<br><br>Semoga artikel ini bermanfaat dalam memahami pentingnya standar kompetensi bagi pengawas operasional di sektor pertambangan</div>

Read More
© 2024 Mining Plus Indonesia. All Rights Reserved.